• Big memar;
• Pendarahan ke dalam otot dan sendi, terutama lutut, siku, dan pergelangan kaki;
• Tiba-tiba pendarahan di dalam tubuh tanpa alasan yang jelas;
• Pendarahan berkepanjangan setelah dipotong, penghapusan gigi, operasi, atau kecelakaan.
• Serius internal perdarahan ke organ vital, paling sering setelah trauma serius
Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik dan umumnya penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis yang sama, hemofilia A dan hemofilia B secara klinis sangat sulit untuk dibedakan. Keluhan-keluhan dan tanda-tanda klinis penderita hemofilia sering diinterpretasikan kurang tepat oleh para dokter sehingga kadang-kadang dapat membahayakan si penderita sendiri. Gejala-gejala klinis pada penderita hemofilia biasanya mulai muncul sejak masa balita pada saat anak mulai pandai merangkak, berdiri, dan berjalan di mana pada saat itu karena seringnya mengalami trauma berupa tekanan maka hal ini merupakan merupakan pencetus untuk terjadinya perdarahan jaringan lunak (soft tissue) dari sendi lutut sehingga menimbulkan pembengkakan sendi dan keadaan ini kadang-kadang sering disangkakan sebagai arteritis rematik, pembengkakan sendi ini akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.
Perdarahan spontan biasanya terjadi tanpa adanya trauma dan umumnya sering terjadi pada penderita hemofilia berat. Selain persendian perdarahan oleh karena trauma atau spontan sering juga terjadi pada lokasi yang lain di antaranya yaitu perdarahan pada daerah ileopsoas, perdarahan hidung (epistaxis). Pada penderita hemofilia sedang dan ringan gejala-gejala awal muncul biasanya pada waktu penderita hemofilia mulai tumbuh kembang menjadi lebih besar, di mana pada saat itu si anak sering mengalami sakit gigi dan perlu dilakukan ekstraksi gigi atau kadang-kadang giginya terlepas secara spontan dan kemudian terjadi perdarahan yang sukar untuk dihentikan, dan tidak jarang biasanya pada penderita hemofilia ringan baru diketahui seseorang menderita hemofilia saat penderita menjalani sirkumsisi/sunatan yang menyebabkan terjadi perdarahan yang terus menerus dan kadang-kadang dapat menyebabkan terjadi hematom yang hebat pada alat kelaminnya.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Inhibitor merupakan komplikasi hemofilia yang serius, karena konsentrat faktor tidak lagi efektif. Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat perdarahan dalam yang berat.
Inhibitor dapat mengenai 1 diantara 5 penderita hemofilia A berat pada suatu ketika dalam hidupnya. Kebanyakan inhibitor timbul ketika anak masih sangat muda yaitu segera setelah menerima infus konsentrat Faktor VIII yang pertama. Pada beberapa orang inhibitor timbul belakangan.
Inhibitor juga dapat timbul pada 1 diantara 15 penderita hemofilia A ringan atau sedang. Inhibitor ini sering kali muncul pada usia dewasa. Mereka tidak hanya menghancurkan konsentrat faktor VIII yang diinfus, tetapi juga menghancurkan faktor VIII itu sendiri. Sebagai akibatnya penderita hemofilia ringan dan sedang akan berubah menjadi berat. Untunglah, pada sekitar 60% dari penderita hemofilia ini, inhibitor menghilang sendiri rata-rata dalam kurun waktu 9 bulan. Dan 40% sisanya, inhibitor tetap ada dan menjadi masalah yang besar.
Pada hemofilia B, inhibitor jauh lebih jarang, kira-kira 1 diantara 100 penderita. nhibitor pada orang dengan hemofilia B dapat menjadi sangat berat karena dapat disertai reaksi alergi.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Kerusakan sendi pada hemofilia sebagai "artropati hemofilia".
Penderita hemofilia ringan dan sedang lebih jarang mendapat perdarahan sendi dari pada hemofilia berat, sehingga mereka lebih jarang mendapat artropati hemofilia. Namun seperti dinyatakan di atas, kerusakan sendi dapat dimulai juga dari satu kali perdarahan berat. Oleh karena itu, tetap penting untuk mencegah kerusakan sendi akibat perdarahan pada hemofilia ringan dan sedang.
Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.
Penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trimbosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time - masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin).
Hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah.
Pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau diferensial APTT digunakan untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana yang kurang dapat dilakukan. Sedangkan untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktivitas F IX rendah. Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F VIII yang rendah.
Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Pada penyakit von Willebrand hasil pemerikasaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau memanjang dan aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von Willebrand juga normal.
Pengobatan penderita hemofilia memerlukan pemberian F VIII dan F IX yang adekuat, seumur hidup dan secara periodik sehingga mereka dapat mencapai harapan hidup yang normal dan berkehidupan seperti layaknya orang yang normal. Secara ekonomi kesehatan (health economic) biaya pelayanan pengobatan penderita hemofilia tergolong tinggi dan mahal namun hal ini akan seimbang dan balance dengan produktivitas yang dihasilkan oleh masyarakat hemofilia tersebut, berdasarkan hasil survei dari WFH 2002 kebutuhan normal untuk pelayanan hemofilia yang berkisar 1–3 IU/penduduk, Indonesia termasuk negara yang menggunakan F VIII yang terendah yaitu 0,01 IU/penduduk.
Modalitas terapi yang lain, yang diperoleh dari plasma dan dari hasil rekayasa genetik, yaitu rekombinan faktor VIII (r-f VIII). Ada beberapa keunggulan dari r-f VIII yaitu aman dari penularan virus, menimbulkan antibodi lebih rendah serta menjanjikan suplai yang tak terbatas, namun kerugiannya harga sangat mahal.
Perdarahan pada hemofilia, seringkali menuntut pertolongan yang disebut Replacement Therapy, yaitu pemberian faktor pembeku darah sesuai yang dibutuhkan, baik dalam bentuk transfusi plasma. Transfusii plasma tersebut adalah Cryoprecipitate untuk plasma yang mengandung faktor VIII atau Fresh Frozen Plasma (Plasma Segar Beku) yang mengandung faktor IX. Keduanya melalui pembuluh darah vena. Pemberian dosis dan jadwal replace therapy berdasarkan analisa dokter hematologi.
No comments:
Post a Comment