Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan atau mabuk makanan oleh bakteri. Organisme penyebabnya ialah Clostridium botulinum, yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena memakan toksin botulinum yang terdapat pada makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna. Tetapi botulisme dapat juga disebabkan karena kontaminasi luka oleh C. Botulinum seraya tumbuh pada jaringan yang mati.
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Orde : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Spesies : Clostridium botulinum
Clostridium botulinum adalah basilus anaerobik Gram positif yang menghasilkan spora tahan panas. Bakteri ini dapat tumbuh baik pada media biakan biasa. Pertumbuhan paling subur terjadi pada 250C, tetapi juga tumbuh baik pada 20 sampai 350C. Sporanya berbentuk bulat telur dan letaknya subterminal, dan sedikit membengkak sehingga memberikan bentuk menggelembung pada sel. Clostridium botulinum dapat bergerak dengan flagel peritrik dan tidak membentuk kapsul. Clostridium botulinum menghasilkan racun syaraf yang berpotensi mematikan yang digunakan dalam bentuk obat yang diencerkan dalam Botox, yang digunakan untuk menunda efek kerutan pada proses penuaan.
Ada tujuh tipe C. Botulinum yang dikenali karena perbedaan antigenik di antara toksin yang dihasilkannya. Tipe C. Botulinum yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F. Tipe C dan D menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia yang bukan manusia. Sedangkan tipe G belum diketahui apakah menyebabkan penyakit atau tidak. Toksin-toksin tersebut sangat spesifik sehingga tiap antitoksin hanya menetralkan toksinnya sendiri yang spesifik.
Toksin botulinum adalah racun yang sangat ampuh. Sebagai contoh, dosis letal bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg; berarti 1 gr toksin dapat membunuh 33 milyar tikus. Racun ini menyerang urat syaraf, menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Kerja toksin ini ialah menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut syaraf ketika impuls syaraf lewat di sepanjang syaraf periferal; ini merupakan akibat terikatnya toksin pada bagian ujung syaraf eferen. Karena antitoksin tidak dapat menetralkan toksin bila sudah terikat, maka pengobatan dengan antitoksin harus diberikan sesegera mungkin bila penyakit tersebut diduga botulisme.
Cara utama untuk memperkuat diagnosis botulisme di laboratorium ialah menunjukkan adanya toksin botulinum dalam serum atau tinja penderita atau pada makanan yang dimakan. Suntikan intraperitoneal serum atau ekstrak cairan tinja penderita atau makanan tersebut pada mencit akan mengakibatkan kematian hewan tersebut, karena mencit sangat peka terhadap toksin ini.
No comments:
Post a Comment