Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah
putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih
dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria.
Pada awalnya penambahan jumlah
limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar
ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam
sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan
penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan
aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem
kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali
menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa
menyebabkan :
-
Penghancuran sel darah merah dan
trombosit
-
Peradangan pembuluh darah
-
Peradangan sendi (artritis rematoid)
-
Peradangan kelenjar tiroid
(tiroiditis).
Beberapa jenis leukemia limfositik
kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit yang terkena. Leukemia sel B
(leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering ditemukan, hampir
mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih jarang ditemukan.
Jenis yang lainnya adalah Sindroma Szary (fase leukemik dari mikosis
fungoides), leukemia sel berambut adalah jenis leukemia yang jarang, yang
menghasilkan sejumlah besar sel darah putih yang memiliki tonjolan khas (dapat
dilihat dibawah mikroskop).
Pada stadium awal, sebagian besar
penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran kelenjar getah bening. Gejala
yang timbul kemudian bisa berupa :
-
Hilang nafsu makan
-
Lelah
-
Penurunan berat badan
-
Sesak nafas pada saat melakukan
aktivitas
-
Perut terasa penuh karena pembesaran
limpa.
Leukemia limfositik kronik
berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak memerlukan
pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar
getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit.
Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin
(obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit
sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan
antibiotik. Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah
bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid
diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid
lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar.
Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka
panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B
diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi
DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa
dan pentostatin.
No comments:
Post a Comment