Menurut Nimannitya dkk (1973) DBD dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit akut dengan panas yang disebabkan oleh virus dengue serta gejala perdarahan yang beragam (mulai dari perdarahan ringan sampai berat) sering tanpa gejala syok dan 30% disertai dengan gejala syok, ditambah pula dengan perubahan respon imun.
Menurut WHO 1980 DBD dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit demam akut yang dapat disebabkan oleh 4 macam tipe virus dengue dan klinis ditandai dengan fenomena hemoragik dan cenderung menyebabkan syndroma shock (DSS) yang dapat menimbulkan kematian.
Mekanisme yang sesungguhnya tentang patofisiologi, hemodinamik dan biokimiawi DBD belum diketahui secara jelas. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah meningginya permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadi hipotensi, trombositopeni dan diatesa hemoragik. Perubahan pokok patofisiologi yang terjadi pada DBD adalah terjadinya vaskulopati, trombositopeni, koagulopati perubahan imunologi humoral dan seluler. Diperkirakan perubahan patofisiologi tersebut disebabkan oleh tidak hanya satu faktor melainkan multifaktorial.
Vaskulopati ditandai dengan terjadinya kerapuhan pembuluh darah dan peninggian permeabilitas kapiler, kerapuhan pembuluh darah dibuktikan dengan uji Torniquet atau Rumpe Leede. Pemeriksaan ini mungkin positif meskipun waktu perdarahan normal. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan protein plasma dan cairan intravaskuler bocor ke ekstravaskuler. Secara klinik kerapuhan kapiler bermanifestasi sebagai pemeriksaan Rumpel Leede positif, ptechiae, dan ekimosis. Sedangkan kenaikan permeabilitas kapiler ditunjukkan oleh kenaikan hematokrit, hipoproteinemia terutama albumin, penurunan volume plasma, efusi pleura, ascites dan odema. Sedangkan trombositopenia pada penderita DBD terjadi karena penurunan produksi, meningkatnya destruksi dan pemakaian trombosit yang berlebihan.
Menurut WHO 1986 telah memberikan pegangan yang baik dalam menentukan diagnosis DBD, yang meliputi 4 gejala klinis yaitu :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk Uji Torniquet (Rumpel Leede) positif
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Syok, yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
Serta 2 pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Trombositopeni (< 100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi, dapat terlihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen.
Dua kriteria klinis ditambah trombositopeni dan hemokonsentrasi cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi atau yang mengalami perdarahan. Sesuai dengan pegangan tersebut, WHO (1986) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat, yaitu :
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas, manifestasi perdarahan hanya uji torniquet positif
Derajat II : perdarahan spontan sebagai manifestasi perdarahan derajat I
Derajat III : manifestasi gangguan sirkulasi yang ditunjukkan oleh nadi yang cepat dan lemah, penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, kulit dingin dan lembab dan penderita terlihat gelisah
Derajat IV : syok berat (profound shock), dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak terukur.
Derajat III dan IV disebut juga Dengue Shock Syndrome (DSS)
No comments:
Post a Comment